This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Minggu, 05 Mei 2013

Biografi Muhammad Ali


Muhammad Ali (lahir sebagai Cassius Marcellus Clay, Jr. pada 17 Januari, 1942) adalah pensiunan petinju Amerika Serikat. Pada tahun 1999, Ali dianugerahi “Sportsman of the Century” oleh Sports Illustrated.Ali tiga kali menjadi Juara Dunia Tinju kelas Berat.

Ali lahir di Louisville, Kentucky, Amerika Serikat. Namanya mengikuti nama ayahnya, Cassius Marcellus Clay, Sr. Ali kemudian mengubah namanya setelah bergabung dengan Nation of Islam dan akhirnya memeluk Islam Sunni pada tahun 1975.

Sebelum masuk Islam, dia menjuluki dirinya dengan “Yang Terbesar” karena dia adalah petinju terbaik pada masanya. Bahkan para pengamat olah raga mengakuinya sebagai petinju terbaik abad ini. Sejarah tinju belum pernah mengenal petinju secepat dia. Dia berlaga dengan gesit di atas ring dan memukul KO lawannya, lalu berseru dengan bangga, “Akulah yang terbesar”.

Akan tetapi setelah masuk Islam, dia membuang julukan ini, karena tidak suka membanggakan diri dan menjadi seorang yang sederhana dengan jiwa yang Islami.



Dialah petinju dunia Casius Mercelus Clay yang setelah itu dikenal dengan Muhammad Ali Clay.

Dia bercerita tentang perjalanannya masuk Islam.

Aku dilahirkan di Kentucky, Amerika Serikat. Daerah yang dikenal dengan ayam goreng khas yang memakai namanya, yang juga terkenal dengan perbedaan etnis yang kental.

Sejak kecil aku sudah merasakan perbedaan perlakuan ini karena aku berkulit coklat. Barangkali hal inilah yang mendorongku untuk belajar tinju agar bisa membalas perlakuan jahat teman-temanku yang berkulit putih. Dan karena aku mempunyai bakat serta otot yang kuat sehingga memudahkan jalanku.

Ketika belum genap berusia 20 tahun, aku sudah memenangkan pertandingan kelas berat di Olimpiade Roma tahun 1960.

Hanya beberapa tahun kemudian aku berhasil merebut juara dunia kelas berat dari Sony Le Stone dalam pertarungan paling pendek, karena hanya beberapa menit aku berhasil menjadi juara dunia. Dan di antara tepuk riuh para pendukung dan kilatan-kilatan alat kamera, aku berdiri didepan jutaan penonton yang mengelilingi ring dan kamera TV Islam, mengucapkan dua kalimat syahadat dan mengganti namaku menjadi Muhammad Ali Clay. Untuk memulai sebuah peperangan baru melawan kebatilan yang menghalangiku mengumumkan ke-Islaman-ku semudah ini.

Kepindahanku ke agama Islam adalah hal yang wajar dan selaras dengan fitrah-fitrah yang Allah ciptakan untuk manusia. Kembaliku ke fitrah kebenaran membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk berfikir, ini dimulai tahun 1960, ketika seorang teman muslim menemaniku pergi ke masjid untuk mendengarkan pengajian tentang Islam. Ketika mendengarkan ceramah, aku merasakan panggilan kebenaran memancar dari dalam jiwaku, menyeruku untuk menggapainya, yaitu kebenaran hakikat Allah, agama dan makhluk.

Perjalanan keimananku berlangsung bertahun-bertahun dalam bentuk perbandingan antara Islam dan Masehi, sebutah perjalanan yang berat, karena orang-orang disekitarku menghalangiku, kondisi masyarakatku rusak, kebenaran dan kebatilan bercampur aduk, ditambah lagi dengan doktrin gereja yang menggambarkan keadaan orang-orang muslim yang lemah dan terbelakang yang diakibatkan oleh ajaran Islam itu sendiri. Tapi Allah memberiku petunjuk, dan menerangi jalan pilihanku sehingga aku dapat membedakan antara realita umat Islam sekarang dengan hakekat Islam yang abadi. Aku meyakini bahwa Islam membawa kebahagiaan untuk semua orang. Tidak membeda-bedakan warna kulit, etnis dan ras, semuanya sama dihadapan Allah azza wa jalla. Yang paling utama di sisi Tuhan mereka adalah yang paling bertakwa. Aku meyakini sedang berada didepan sebuah kebenaran yang tak mungkin berasal dari manusia.

Aku membandingkan ajaran Trinitas dengan ajaran Tauhid dalam Islam. Aku merasa bahwa Islam lebih rasional. Karena tidak mungkin tiga Tuhan mengatur satu alam dengan rapih seperti ini. “Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang”. (QS. 36 : 40). Ini suatu hal yang mustahil terjadi dan taka akan memuaskan orang yang berakal dan mau berfikir.

Aku merasakan betapa orang-orang Islam menghormati Isa A.S. dan ibunya. Menempatkan mereka pada kedudukan yang sama. Ini hanya ada dalam Islam atau ajaran Nasrani yang masih murni, adapun yang diucapkan para pendeta dan pastur adalah kebohongan belaka.

Aku membaca terjemahan Al-Qur’an dan akupun bertambah yakin bahwa Islam adalah agama yang hak yang tidak mungkin dibuat oleh manusia. Aku mencoba bergabung dengan komunitas muslim dan aku mendapati mereka dengan perangai yang baik, toleransi dan saling membimbing. Hal ini tidak aku dapatkan selama bergaul dengan orang-orang Nasrani yang hanya melihat warna kulitku dan bukan kepribadianku.

Inilah kisah masuk Islamnya juara tinju dunia Muhammad Ali Clay yang mengumumkan ke-Islaman-nya terang-terangan pada saat kemenangannya, seolah-olah dia ingin memberikan pukulan keras kepada para taghut seperti yang dialami oleh lawannya Sony Le Stone.

Masuk Islam-nya bukanlah akhir dari segalanya tapi baru permulaan, karena hari itu adalah hari kelahirannya yang sebenarnya. Dia memulai hidup barunya dari sini, dia tinggalkan seluruh masa lalunya yang bertentangan dengan Islam dan memfokuskan perhatiannya hanya kepada Allah. Surat yang pertama kali dia hafal adalah Al-Fatihah yang ia memulai perjalanan kedamaian dan keimanan.

Muhammad Ali berziarah ke Mekkah tahun 1973, berkali-kali dia kesana dan juga ke Madinah Al-Munawwarh. Dia memohon ampunan kepada Allah atas dosa-dosa yang telah dilakukannya sebelum masuk Islam, dan memohon kepada-Nya agar memberinya husnul khatimah.

Sekarang dia adalah seorang pemimpin keluarga muslim. Dia memberi nama puteri-puterinya dengan nama-nama yang Islami adalah : Muhammad, Maryam, Rasyidah, Khalilah, Jamilah, Hana dan Laila. Mereka mempelajari Islam dan senantiasa pergi ke masjid untuk untuk menjalin hubungan yang abadi dengan Tuhan mereka dan anak-anak muslim lainnya.

Kini dia termasuk orang-orang yang giat berdakwah di Amerika dan memberikan dana. Meskipun demikian dia masih merasa belum memberikan yang terbaik untuk Islam. Dibenaknya ada harapan dan keinginan untuk memberikan lebih banya untuk pengabdian kepada agama Allah dan menegakkan kalimah-Nya.

Kilas Balik

* 17 Januari 1942: Lahir dengan nama Cassius Marcellus Clay, Jr. dari ayah Cassius Marcellus Clay, Sr., seorang pelukis billboard (papan iklan) dan rambu lalu lintas dan ibu Odessa Grady Clay, seorang pencuci pakaian.

* Pada usia 12 tahun, Clay, jr. melapor kepada polisi bernama Joe Martin, bahwa sepeda BMX barunya dicuri orang. Joe Martin, yang juga seorang pelatih tinju di Louisville, mengajari Clay kecil cara bertinju agar dapat menghajar si pencuri sepeda. Clay kecil sangat antusias berlatih tinju di bawah bimbingan Martin.

* 1960: Meraih medali emas kelas berat ringan Olimpiade 1960 di Roma, Italia.

* 29 Oktober 1960: Debut pertama di ring profesional. Menang angka 6 ronde atas Tunney Hunsaker.

* 25 Februari 1964: Merebut gelar juara dunia kelas berat dengan menang TKO ronde 7 dari 15 ronde yang direncanakan atas Sonny Liston di Florida, AS. Liston mengalami cedera pada leher yang membuatnya mengundurkan diri
dari pertandingan.

* Segera setelah menang atas Liston, Clay memproklamirkan agama dan nama barunya, Muhammad Ali, serta masuknya dia dalam kelompook Nation of Islam yang kontroversial. (Pada buku biografi Ali yang diluncurkan pada tahun 2004, Ali mengaku sudah tidak bergabung dengan NOI, tapi bergabung dengan jamaah Islam Sunni pada tahun 1975.

* 25 Mei 1965: tanding ulang antara Ali melawan Liston yang penuh kontroversi. Pukulan Ali yang begitu cepat menimbulkan spekulasi di kalangan tinju yang menyebut pukulan Ali sebagai ‘phantom punch’. Pukulan itu begitu cepat, sehingga tidak tampak mengenai Liston yang roboh. Banyak isu yang berkembang, termasuk suap dan ancaman orang-orang NOI terhadap Liston dan keluarganya, tapi Liston membantah semua itu dengan menyatakan pukulan Ali menghantamnya dengan keras.

* 1967 – 1970 Ali diskors oleh Komisi Tinju karena menolak program wajib militer pemerintah AS dalam perang Vietnam. Ungkapannya yang terkenal dalam menolak wamil ini, “Saya tidak ada masalah dengan orang-orang Vietcong, dan tidak ada satupun orang Vietcong yang memanggilku dengan sebutan Nigger!”

* 8 Maret 1971, Ali kalah angka dari Joe Frazier di New York, dan harus menyerahkan gelarnya.

* 30 Oktober 1974: Rumble in the Jungle. Ali merebut kembali gelar juara kelas berat WBC dan WBA setelah menumbangkan George Foreman di Kinsasha, Zaire pada ronde ke 8.

* 1 Oktober 1975: Thrilla in Manila. Presiden Ferdinand Marcos memboyong pertandingan Ali vs Fraizer III ke kota Manila, Filipina. Ali menang TKO ronde 14 dalam pertandingan yang sangat seru dan menegangkan, bahkan disebut sebagai salah satu “pertandingan tinju terbaik abad ini”. Frazier yang kelelahan akhirnya menyerah dan tidak mau melanjutkan pertandingan pada istirahat menjelang ronde ke-15. Setelah itu, saat akan wawancara dengan televisi, Ali terjatuh karena kehabisan tenaga; setelah istirahat beberapa menit, wawancara bisa dilakukan, tapi Ali harus duduk di bangku karena sudah kehabisan tenaga.

* 15 September 1978: Ali mengalahkan Leon Spinks dengan angka 15 ronde di New Orleans. Ali mengukuhkan diri sebagai petinju pertama yang merebut gelar juara kelas berat sebanyak 3 kali.

* 6 September 1979: Ali menyatakan mengundurkan diri dari tinju, dan gelar dinyatakan kosong.

* 2 Oktober 1980: Ali kembali ke ring tinju, melawan bekas kawan latih tandingnya, Larry Holmes, yang telah menjadi juara dunia kelas berat dalam pertandingan yang diberi judul “The Last Hurrah”. Dalam pertandingan yang berat sebelah, Ali tidak mampu berkutik, sedang Holmes tampak tidak tega ‘menghabisi’ Ali yang tak berdaya. Ali menyerah dan mengundurkan diri pada ronde 11, Holmes dinyatakan menang TKO.

* Disebutkan, dalam laporan medis yang dilakukan di Mayo Clinic, Ali dinyatakan menderita gejala sindrom Parkinson seperti tangan yang gemetar, bicara yang mulai lamban, serta ada indikasi bahwa ada kerusakan pada selaput (membran) di otak Ali. Namun Don King merahasiakan hasil medis ini, dan pertandingan Ali vs Holmes tetap berlangsung.

* Sebelum pertandingan melawan Larry Holmes ini, Dr. Ferdie Pacheco, dokter pribadi yang telah mendampingi Ali selama puluhan tahun, dengan terpaksa mengundurkan diri karena Ali tidak mau mendengarkan nasehatnya untuk menolak pertandingan melawan Holmes, dan lebih memilih bertanding melawan Holmes. Dalam salah satu buku biografi Ali, Pacheco mengemukakan bahwa selama latihan Ali sempat kencing darah akibat kerusakan ginjal terkena pukulan, dia juga mengemukakan bahwa Ali sudah memiliki gejala sindrom Parkinson sejak sebelum pertandingan ini.

* Setelah pertandingan tersebut, dilakukan cek medis ulang, dan hasilnya menguatkan hasil sebelumnya.

* 11 Desember 1981, sekali lagi Ali yang sudah uzur, mencoba kembali ke dunia tinju melawan Trevor Berbick di Bahama dalam pertandingan yang diberi tajuk “Drama in Bahama”. Dalam kondisi renta, Ali mampu tampil lebih bagus daripada saat melawan Holmes, walaupun akhirnya kalah angka 10 ronde. Setelah pertandingan ini, Ali benar-benar pensiun dari dunia tinju.

Air Mata Mike Tyson Tertumpah di Masjid Nabawi



Si Leher Beton Mike Tyson boleh garang di atas ring tinju. Tak gentar ia berhadapan dengan siapapun. Namun, di Masjid Nabawi, ia tertunduk, air mata pun mengalir.
Inilah pengalaman spiritual mantan juara dunia tinju kelas berat Mike Tyson ketika melaksanakan ibadah umroh, beberapa hari yang lalu. Tyson menginjak Tanah Suci untuk kali pertama pada Jumat, 2 Juli 2010.
Selama di Madinah, ia bertemu dengan Dr. Muhammad Al-Uqala, Rektor Universitas Islam, yang menjelaskan kepadanya tentang fasilitas apa saja yang diberikan universitas kepada para mahasiswanya yang berasal dari seluruh dunia.
Kunjungannya ke Arab Saudi diatur oleh Asosiasi Da’wah Kanada (CDA),CDA merupakan lembaga da’wah yang banyak mensponsori selebriti Muslim baru untuk berkunjung ke Arab Saudi untuk melaksanakan rukun islam.
Perjalanan Tyson tersebut diatur oleh Canadian Dawa Association (CDA), yaitu Asosiasi Da’wah di Kanada yang biasa mengatur perjalanan para muallaf selebriti mengunjungi tempat-tempat bersejarah Islam di Arab Saudi. Shazad Muhammad, Presiden CDA, ikut  serta menyambut kedatangan Tyson di Bandara Internasional Pangeran Muhammad, Madinah.

Shazad Muhammad, yang juga merupakan duta perdamaian PBB, mengatakan bahwa Tyson akan berada di Saudi selama satu pekan. Ia akan mengunjungi tempat-tempat suci dan tempat penting lainnya di kerajaan itu, serta bertemu dengan orang-orang Saudi untuk lebih mengenali kebudayaan dan tradisi setempat.


Petinju yang sering meng-KO lawannya itu langsung melakukan sejumlah kegiatan, termasuk melakukan ibadah di Masjid Nabawi. Saudi Gazette melaporkan, Tyson tinggal di hotel dekat Masjid Nabawi dan mendapat sambutan luar biasa dari fansnya. Ia mendapat pengawalan ketat saat melakukan shalat Zuhur.

Tyson mengaku mendapat pengalaman spiritual luar biasa selama Umroh di Arab Saudi. “Saya senang punya fans yang mencintai saya di Arab Saudi. Tapi, saya berharap mereka meninggalkan saya sendiri untuk menikmati momen spiritual di Tanah Suci. Saya tidak kuasa menitikkan air mata ketika saya mengetahui bahwa saya berada di salah satu taman surga,” ujar Tyson ketika mengunjungi Masjid Nabawi.

Dari Madinah, rencananya Tyson akan melanjutkan perjalanan ke Mekkah untuk melaksanakan umrah. Usai melakukan umroh di Mekkah, Mantan juara tinju dunia ini berencana mengunjungi Jeddah, Abha dan Riyadh.

Tyson yang bernama lengkap Michael Gerard Tyson lahir di New York City, Amerika, 30 Juni 1966. Tyson memeluk Islam ketika masih dipenjara pada pertengahan tahun 1990. Secara resmi, tahun 1995, selepas dari penjara di Indiana, Tyson mengumumkan hijrah memeluk agama Islam yang telah dipelajarinya selama di dalam penjara, dengan nama baru Malik Abdul Aziz.

Jumat, 03 Mei 2013

[Kisah nyata] Satu gereja masuk Islam


Ini kisah nyata seorang pemuda Arab yang menimba ilmu di Amerika rabu, 22 Februari 2006 silam.

Ada seorang pemuda arab yang baru saja menyelesaikan bangku kuliahnya di Amerika. Pemuda ini adalah salah seorang yang diberi nikmat oleh Allah berupa pendidikan agama Islam, bahkan ia mampu mendalaminya. Selain belajar, ia juga seorang juru dakwah Islam. Ketika berada di Amerika, ia berkenalan dengan salah seorang nasrani. Hubungan mereka semakin akrab, dengan harapan semoga Allah SWT memberinya hidayah masuk Islam.

Pada suatu hari, mereka berdua berjalan-jalan di sebuah perkampungan di Amerika dan melintas di dekat sebuah gereja yang terdapat di kampung tersebut. Temannya itu meminta agar ia turut masuk ke dalam gereja. Semula ia berkeberatan, namun karena ia terus mendesak, akhirnya pemuda itu pun memenuhi permintaannya lalu ikut masuk ke dalam gereja dan duduk di salah satu bangku dengan hening, sebagaimana kebiasaan mereka.

Ketika pendeta masuk, mereka serentak berdiri untuk memberikan penghormatan, lantas kembali duduk. Di saat itu, si pendeta agak terbelalak ketika melihat kepada para hadirin dan berkata, "Di tengah kita ada seorang muslim. Aku harap ia keluar dari sini." Pemuda arab itu tidak bergeming dari tempatnya. Pendeta tersebut mengucapkan perkataan itu berkali-kali, namun ia tetap tidak bergeming dari tempatnya.

Hingga akhirnya pendeta itu berkata, "Aku minta ia keluar dari sini dan aku menjamin keselamatannya." Barulah pemuda ini beranjak keluar. Di ambang pintu ia bertanya kepada sang pendeta, "Bagaimana anda tahu bahwa saya seorang muslim?" Pendeta itu menjawab, "Dari tanda yang terdapat di wajahmu." Kemudian ia beranjak hendak keluar, namun sang pendeta ingin memanfaatkan keberadaan pemuda ini, yaitu dengan mengajukan beberapa pertanyaan, tujuannya untuk memojokkan pemuda tersebut dan sekaligus mengkokohkan markasnya. Pemuda muslim itupun menerima tantangan debat tersebut.

Sang pendeta berkata, "Aku akan mengajukan kepada anda 22 pertanyaan dan anda harus menjawabnya dengan tepat." Si pemuda tersenyum dan berkata, "Silahkan!"

Sang pendeta pun mulai bertanya,
"◘ Sebutkan satu yang tiada duanya,

◘ Dua yang tiada tiganya,

◘ Tiga yang tiada empatnya,

◘ Empat yang tiada limanya,

◘ Lima yang tiada enamnya,

◘ Enam yang tiada tujuhnya,

◘ Tujuh yang tiada delapannya,

◘ Delapan yang tiada sembilannya,

◘ Sembilan yang tiada sepuluhnya,

◘ Sesuatu yang tidak lebih dari sepuluh,

◘ Sebelas yang tiada dua belasnya,

◘ Dua belas yang tiada tiga belasnya,

◘ Tiga belas yang tiada empat belasnya.

◘ Sebutkan sesuatu yang dapat bernafas namun tidak mempunyai ruh!

◘ Apa yang dimaksud dengan kuburan berjalan membawa isinya?

◘ Siapakah yang berdusta namun masuk ke dalam surga?

◘ Sebutkan sesuatu yang diciptakan Allah namun Dia tidak menyukainya?

◘ Sebutkan sesuatu yang diciptakan Allah dengan tanpa ayah dan ibu!

◘ Siapakah yang tercipta dari api, siapakah yang diadzab dengan api dan siapakah yang terpelihara dari api?

◘ Siapakah yang tercipta dari batu, siapakah yang diadzab dengan batu dan siapakah yang terpelihara dari batu?

◘ Sebutkan sesuatu yang diciptakan Allah dan dianggap besar!

◘ Pohon apakah yang mempunyai 12 ranting, setiap ranting mempunyai 30 daun, setiap daun mempunyai 5 buah, 3 di bawah naungan dan 2 di bawah sinaran matahari?"


Mendengar pertanyaan tersebut, pemuda itu tersenyum dengan senyuman mengandung keyakinan kepada Allah. Setelah membaca basmalah ia berkata,
"◘ Satu yang tiada duanya ialah Allah SWT.

◘ Dua yang tiada tiganya ialah malam dan siang. Allah SWT berfirman, "Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda (kebesaran kami)." (Al-Isra':12).

◘ Tiga yang tiada empatnya adalah kekhilafan yang dilakukan Nabi Musa ketika Khidir menenggelamkan sampan, membunuh seorang anak kecil dan ketika menegakkan kembali dinding yang hampir roboh.

◘ Empat yang tiada limanya adalah Taurat, Injil, Zabur dan al- Qur'an.

◘ Lima yang tiada enamnya ialah shalat lima waktu.

◘ Enam yang tiada tujuhnya ialah jumlah hari ketika Allah SWT menciptakan makhluk.

◘ Tujuh yang tiada delapannya ialah langit yang tujuh lapis. Allah SWT berfirman, "Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Rabb Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang." (Al-Mulk:3).

◘ Delapan yang tiada sembilannya ialah malaikat pemikul Arsy ar-Rahman. Allah SWT berfirman, "Dan malaikat-malaikat berada dipenjuru-penjuru langit. Dan pada hari itu delapan orang malaikat menjunjung 'Arsy Rabbmu di atas(kepala) mereka." (Al-Haqah: 17).

◘ Sembilan yang tiada sepuluhnya adalah mu'jizat yang diberikan kepada Nabi Musa : tongkat, tangan yang bercahaya, angin topan, musim paceklik, katak, darah, kutu dan belalang.

◘ Sesuatu yang tidak lebih dari sepuluh ialah kebaikan. Allah SWT berfirman, "Barangsiapa yang berbuat kebaikan, maka untuknya sepuluhkali lipat." (Al-An'am: 160).

◘ Sebelas yang tiada dua belasnya ialah jumlah saudara-saudara Yusuf.

◘ Dua belas yang tiada tiga belasnya ialah mu'jizat Nabi Musa yang terdapat dalam firman Allah, "Dan (ingatlah) ketika Musa memohon air untuk kaumnya, lalu Kami berfirman, 'Pukullah batu itu dengan tongkatmu.' Lalu memancarlah dari padanya dua belas mata air." (Al-Baqarah: 60).

◘ Tiga belas yang tiada empat belasnya ialah jumlah saudara Yusuf ditambah dengan ayah dan ibunya.

◘ Adapun sesuatu yang bernafas namun tidak mempunyai ruh adalah waktu Shubuh. Allah SWT ber-firman, "Dan waktu subuh apabila fajarnya mulai menyingsing." (At-Takwir:18).

◘ Kuburan yang membawa isinya adalah ikan yang menelan Nabi Yunus AS.

◘ Mereka yang berdusta namun masuk ke dalam surga adalah saudara-saudara Yusuf, yakni ketika mereka berkata kepada ayahnya, "Wahai ayah kami, sesungguhnya kami pergi berlomba-lomba dan kami tinggalkan Yusuf di dekat barang-barang kami, lalu dia dimakan serigala." Setelah kedustaan terungkap, Yusuf berkata kepada mereka, "tak ada cercaaan terhadap kalian." Dan ayah mereka Ya'qub berkata, "Aku akan memohonkan ampun bagimu kepada Rabbku. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."

◘ Sesuatu yang diciptakan Allah namun tidak Dia sukai adalah suara keledai. Allah SWT berfirman, "Sesungguhnya sejelek-jelek suara adalah suara keledai." (Luqman: 19).

◘ Makhluk yang diciptakan Allah tanpa bapak dan ibu adalah Nabi Adam, malaikat, unta Nabi Shalih dan kambing Nabi Ibrahim.

◘ Makhluk yang diciptakan dari api adalah Iblis, yang diadzab dengan api ialah Abu Jahal dan yang terpelihara dari api adalah Nabi Ibrahim. Allah SWT berfirman, "Wahai api, dinginlah dan selamatkan Ibrahim." (Al-Anbiya': 69).

◘ Makhluk yang terbuat dari batu adalah unta Nabi Shalih, yang diadzab dengan batu adalah tentara bergajah dan yang terpelihara dari batu adalah Ash-habul Kahfi (penghuni gua).

◘ Sesuatu yang diciptakan Allah dan dianggap perkara besar adalah tipu daya wanita, sebagaimana firman Allah SWT, "Sesungguhnya tipu daya kaum wanita itu sangatlah besar." (Yusuf: 28).

◘ Adapun pohon yang memiliki 12 ranting setiap ranting mempunyai 30 daun, setiap daun mempunyai 5 buah, 3 di bawah teduhan dan 2 di bawah sinaran matahari. Maknanya: Pohon adalah tahun, ranting adalah bulan, daun adalah hari dan buahnya adalah shalat yang lima waktu, tiga dikerjakan di malam hari dan dua di siang hari."


Pendeta dan para hadirin merasa takjub mendengar jawaban pemuda muslim tersebut. Kemudian ia pamit dan beranjak hendak pergi. Namun ia mengurungkan niatnya dan meminta kepada pendeta agar menjawab satu pertanyaan saja. Permintaan ini disetujui oleh sang pendeta.

Pemuda ini berkata, "Apakah kunci surga itu?" 
Mendengar pertanyaan itu, lidah sang pendeta menjadi kelu, hatinya diselimuti keraguan dan rona wajahnya pun berubah. Ia berusaha menyembunyikan kekhawatirannya, namun hasilnya nihil. Orang-orang yang hadir di gereja itu terus mendesaknya agar menjawab pertanyaan tersebut, namun ia berusaha mengelak.

Mereka berkata,
"Anda telah melontarkan 22 pertanyaan kepadanya dan semuanya ia jawab, sementara ia hanya memberimu 1 pertanyaan namun anda tidak mampu menjawabnya!"

Pendeta tersebut berkata,
"Sungguh aku mengetahui jawaban dari pertanyaan tersebut, namun aku takut kalian marah." Mereka menjawab, "Kami akan jamin keselamatan anda."

Sang pendeta pun berkata,
"Jawabannya ialah : Asyhadu an La Ilaha Illallah wa'asyhaduanna Muhammadar Rasulullah."

Lantas sang pendeta dan orang-orang yang hadir di gereja itu pun langsung memeluk agama Islam.


ALLAHU AKBAR! Sungguh Allah telah menganugerahkan kebaikan dan menjaga mereka dengan Islam melalui tangan seorang pemuda muslim yang bertaqwa.

Semoga kisah nyata ini dapat menambah kuat iman kita sebagai seorang muslim, dan jika kisah nyata ini dibaca oleh orang non-muslim, semoga dia sadar dan memeluk agama yang paling benar, agama ALLAH SWT.

Sumber

kisah Ahmad Mursyid Sugito (Mantan Pendeta)

Paulus mengutip:

Kalau memang segala sesuatu itu tidak akan ada tanpa Dia, mengapa Dia lahir di kandang domba. “Lho kok masih duluan domba?” tanyaku dalam hati.

Aku terlahir dengan nama Antonius Sugito di Kediri pada 8 Agustus 1956 dari keluarga Kristen Protestan yang taat. Sekolah dasar sampai menengah atas kujalani di tanah kelahiranku. Setamat SMA aku kuliah Teologi di Lawang, Malang.

Namun kuliah di sana tidak menjamin seseorang semakin yakin dengan keyakinannya. Buktinya, pada tahun 1984, setahun sebelum lulus kuliah, aku malah mulai ragu dengan beberapa ayat-ayat dalam Injil. Ayat-ayat tersebut sering sekali kupertanyakan kepada dosen-dosenku. Namun sesering itu pula dosen-dosen yang mengisi kuliah di kelasku memberikan jawaban yang tidak memuaskan akalku.

Bahkan Dosen Dr Verkuil dari Belanda pun tidak mampu memberikan jawaban yang masuk akal tentang ketuhanan Yesus. Keraguanku tentang keaslian Injil sebagai murni firman Tuhan semakin menguat.


Kristenisasi di Nganjuk

Pada 1985, lulus kuliah aku langsung ditempatkan sebagai staf Bimbingan Masyarakat Kristen Departeman Agama Provinsi Jawa Timur. Dua tahun kemudian aku ditugaskan di Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur.

Aku membuka kembali Alquran dan membacanya. Itu kulakukan bukanlah untuk belajar dan masuk Islam. Tetapi seperti yang telah diajarkan di bangku kuliah, sebagai alat untuk mengkristenkan orang. Mencari kelemahan Islam di dalam Alquran untuk menyerang umatnya.

Namun ketika membaca Surat Al Ikhlas hatiku tersentuh lagi, keraguan akan kemurnian Injil kembali mencuat dalam hati. Aku langsung menutupnya. Sudahlah aku tidak mau lagi membaca Alquran nanti aku malah masuk Islam!

Seperti biasa aku menjalankan fungsiku sebagai pendeta. Namun ayat Alquran itu selalu membayangi benakku dan terus bergumul dengan keyakinanku. Aku terus bertahan untuk tidak membaca Alquran.

Karena aku tidak berhasil menemukan kelemahan Alquran, seperti halnya para seniorku di Teologi Malang, maka jurus andalan kami pun dilancarkan yakni melalui pendekatan ekonomi, kesehatan dan pendidikan. Mereka yang lemah ekonomi dan dangkal pemahaman Islamnya secara kontinyu kukirimi sembako dan uang. Bila anggota keluarganya sakit biaya berobatnya kutanggung.

Tentu uang yang kugunakan itu bukan uang pribadiku. Aku punya uang dari mana? Itu semua didapat dari sumbangan setiap gereja yang ada di Nganjuk. Saat itu baru ada 17 gereja masing-masing menyumbangku 5.000 rupiah per bulan.

Ketika aku membagikan sembako warga tidak ada yang protes bahwa ini program kristenisasi atau apa. Mereka malah senang dan berebut untuk mendapatkan bagian paling banyak. “Kurang! Tambah lagi ya?” ujar mereka.

Target utamaku saat itu ialah warga Kec. Ngronggot. Tidak sampai satu tahun, banyak warga yang masuk Kristen. Para pejabat ada yang tidak tahu menahu, tidak sedikit juga yang kutembak dengan duit sehingga mereka memuluskan pembangunan gereja. Pada tahun 1988 maka bertambah satu lagi gereja di Nganjuk.

Aku pun menjadi terkenal di kalangan misionaris. Sejak itu aku menjadi satu-satunya pendeta di Nganjuk yang mendapatkan kucuran dana operasional dari dua negara sekaligus, Belanda dan Australia, masing-masing memberiku satu juta rupiah tiap bulan.

Saat itu nominal segitu ya sangat buanyaaak! Satu dolar kan tidak sampai dua ribu rupiah. Sekarang sekitar sepuluh ribu rupiah kan? Kalau pakai ukuran sekarang dua juta saat itu setara seratus jutaanlah.

Dengan uang sebanyak itu, aku semakin leluasa melakukan kristenisasi di sana. Dana tersebut digunakan untuk membelikan sembako dan biaya berobat orang-orang yang ditargetkan agar masuk Kristen.

Mereka yang telah masuk Kristen kudogma lagi dengan cerita-cerita tentang surga-neraka sehingga mereka pun menyumbangkan uangnya untuk mengkristenkan yang lain begitu seterusnya. Sehingga dibangun terus gereja di Rejoso dan kecamatan lainnya.

Saking banyaknya yang masuk Kristen bahkan dalam satu kecamatan aku bisa membangun tiga, empat atau lima gereja. Sampai tahun 1993, aku berhasil membangun 38 gereja. Jadi total gereja saat itu di Nganjuk 56 unit.


Masuk Islam

Januari 1993, aku termenung sendiri. Keraguanku akan kemurnian Injil menguat lagi. Teringat kembali ayat-ayat yang bertentangan di dalam Injil. Dalam Yohanes Pasal 1 Ayat 3 disebutkan di dalam penciptaan segala sesuatu tanpa Dia tidak akan ada sesuatu…

Padahal di dalam Injil Markus dan Mathius bahwa Tuhan Yesus itu lahir di kandang domba. Kalau memang segala sesuatu itu tidak akan ada tanpa Dia, mengapa Dia lahir di kandang domba. “Lho kok masih duluan domba?” tanyaku dalam hati.

Aku pun bingung dan berpikir keras, “Apakah harus dikhitan atau jangan?”. Pasalnya, Injil Ibrani mengharuskan untuk khitan tetapi di dalam Injil Yakobus disebutkan jika kamu berkhitan kamu tidak menjadi umat Yesus Kristus.

Akupun kembali membuka Alquran. Kubaca kembali terjemah Surat Al Ikhlas. “Katakanlah: Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia”.

Lam yalid wa lam yulad, Allah tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Kalimat itulah yang paling menyentuh hatiku. Iya, Allah tidak punya anak dan bukan anak. Ini mestilah yang benar! Kemudian aku baca lagi dengan serius terjemahan ayat-ayat yang lainnya.

Usai membaca Surat Al Maidah ayat 3, aku berpikir aku bakalan sangat rugi bila mati tidak dalam memeluk agama Islam. Maka aku belajar Islam untuk memahaminya lebih lanjut. Saat itu, keluargaku pun belum tahu bahwa aku sudah beritikad akan masuk Islam.

Akhirnya pada 10 Agustus 1994 aku masuk Islam. Yang membimbing syahadatku adalah kepala Kantor Depag Kabupaten Nganjuk Bapak Haji Masyuri disaksikan oleh kepala-kepala KUA se-Kabupaten Nganjuk di Aula Kantor Depag Nganjuk.

Tentu saja semua fasilitas yang kudapat dari Belanda, Australia dan gereja dihentikan. Bahkan Aku pun ditinggalkan istri dan ketiga anakku. (Anak pertama dan keduaku kini sudah masuk Islam, red.).

Namun aku sangat bahagia kebenaran yang kucari kini kudapatkan. Aku sangat terharu membaca Al Maidah ayat 3 yang terjemahannya berbunyi, “Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada Ku. Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untukmu agamamu dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu”.

Akhirnya dengan mantap pada tahun 1994 itu juga saat usiaku 39, aku dikhitan. Perasaan bahagia dan geli jadi satu karena antri bareng bocah cilik-cilik yang umurnya terpaut 30-an tahun denganku. He…he..he… Alhamdulillah.

Loon, Penyanyi Rap Terkenal AS yang Masuk Islam


Loon, Penyanyi Rap Terkenal AS yang Masuk Islam
Grup music rap Bad Boy amatlah kesohor di Amerika. Loon adalah penyanyi yang terkenal bersama grup tersebut yang memiliki nama asliChauncey L. Hawkins. Setelah masuk Islam, Loon merubah namanya menjadi Amir Junaid Muhaddith. Bukan hanya Loon yang masuk Islam, isteri dan anak-anaknya juga ikut langkah baik pemimpin keluarga mereka.
Tidak berapa lama setelah masuk Islam, Amir berangkat ke tanah suci Makkah, bertemu dengan para Imam Masjidil Haram.
Di depan Ka’bah itulah Amir menemukan jati dirinya sebagai seorang hamba Allah yang memiliki misi ibadah kepada-Nya. Amir masuk Islam setelah kumpulan lagu terakhirnya terjual 7 juta copy. Coba bayangkan, kalau per copy saja keuntungannya $ 1.00, maka maka sekitar $ 7 juta masuk kekantong Loon, atau sekitar 70 miliyar rupiah.Sungguh uang yang sangat banyak bukan ?
Uang yang melimpah yang ia hasilkan dari musik itu ternyata tidak membuat Amir semakin menikmati hidup ini. Bukan uang yang melimpah dan ketenaran sejagat yang membuat Amir menikmati kebahagiaan hidup. Soal uang, ketenaran dan berbagai penghormatan manusia sudah ia dapatkan, baik di Amerika sendiri maupun dari kawasan dunia lainnya. Lalu, lah yang ia pilih untuk menggapai kebahagiaan hakiki itu. Ternyata semua bentuk kesuksesan dunia yang ia dapatkan, tak menghalanginya untuk masuk Islam dan memilih Islam sebagai the way of life-nya.
Tak heran jika setiap Muslim yang melihat atau mendengar kisah Loon ini, spontan terucap di lidah mereka :
Alhamdulillah, selamat datang saudaraku seiman. Salut luar biasa. Harta yang melimpah dan ketenaran sejagat ditinggalkan demi hidup sebagai seorang Muslim yang taat. Sementara di negeri kami yang terkenal sebagai negeri Muslim, malah orang berlomba-lomba mengejar fatamorgana dunia dan ketenaran itu.
Sungguh besar pengorbananmu. Uang, harta dan ketenaran itu mungkin tidak akan Anda dapatkan lagi seperti saat sebelum memilih agama yang benar ini sebagai jalan hidup. Pasti Amir sudah memperkirakan itu semua dengan penuh kesadaran dan pemahaman yang mendalam. Itulah resiko menjadi Muslim taat, khususnya di Amerika yang terkenal pemerintahnya anti Muslim taat seperti Amir.
Amir menemukan cahaya Islam belum genap satu tahun, atau sekitar 10 bulan lalu. Musim Haji yang lalu, ia datang ke Makkah untuk menunaikan ibadah Haji dan berkunjung ke Madinah, kota Rasul Saw. Amir juga berkunjung ke Riyadh, ibu kota Kerajaan Arab Saudi dan bahkan ke beberapa kota di negara-negara Arab teluk, seperti United Arab Emirates. Dalam kunjungannya itu, Amir mendapatkan sambutan yang luar biasa. Beberapa media pun antri untuk mewawancarainya, termasuk Aljazeera, stasiun tv terkemuka di Qatar yang mampu melawan kebohongan dan hegemoni CNN milik raja media Yahudi bernama Murdoch.
Amir yang saat ini berusia 34 tahun menceritakan isi hatinya yang paling dalam tentang keislamannya sambil berkata : Saya meraih ketenaran yang luar biasa di kalangan masyarakat Amerika karena musik. Saya sukses luar biasa dalam dunia musik sehingga saya menjadi 10 penyanyi top Amerika berdasarkan rating media Amerika sendiri. Ketenaran saya meningkat tajam saat berduet bersama penyanyi kelas dunia Bop Diddy sehingga penjualan kaset rekaman lagunya lebih dari 7 juta copy. Saya telah menulis 52 lagu.
Amir menambahkan; Anda boleh percaya atau tidak. Kendati memiliki harta yang melimpah dan ketenaran, saya tidak pernah merasakan kebahagiaan dan ketenangan jiwa. Sampai ketika saya berkunjung ke Abu Dhabi 7 bulan yang lalu, saya terkaget-kaget dengan budaya kaum Muslimin Arab. Saat itu saya mendengar lantunan suara azan dan saya melihat orang-orang bergerak menuju Masjid-Masjid yang terdekat untuk menunaikan shalat. Mereka terlihat berakhlak mulia dan berinteraksi dengan baik dengan siapa saja. Saat itu timbul pertanyaan dalam benak saya tentang hakikat agama mereka (Islam). Apakah Islam itu hanya khusus untuk bangsa Arab, atau untuk semua manusia? Sampai akhirnya saya mendapat jawaban yang konprehensif bahwa Islam itu adalah agama untuk semua manusia, tanpa membedakan keturunan, suku dan bangsa.
http://www.kisahmuallaf.com/
Setelah berfikir mendalam, saya putuskan masuk Islam dan saya shalat pertama kali saat kembali ke tempat tinggal saya di New York. Sejak itulah saya berubah total. Saya tinggalkan musik secara total. Saya keluar total dari komunitas di mana saya habiskan hidup saya sebelumnya selama 17 tahun. Sekarang saya merasakan ketenangan batin yang sejak lama saya rindukan. Saya merasa bertambah tenang lagi setelah isteri dan anak saya juga masuk Islam.
Semangat saya untuk belajar dan mengenal Islam semakin bertambah, karena tertanam niat dan tekad untuk mengajak orang lain kembali kepada Islam. Saya juga telah bergabung dengan lembaga dakwah Islam Kanada, bidang penyebaran Islam. Saya memiliki program khusus terkait masalah tersebut, yakni mengajak para penyanyi dan seniman top dunia untuk mengenal Islam dan prinsip-prinsipnya.
Terakhir Amir menyampaikan nasehatnya kepada generasi muda Muslim di mana saja berada : Ini adalah ucapan saya yang keluar dari lubuk hati yang dalam. Kepada setiap pemuda dan generasi Muda Muslim. Jangan sekali-kali terpengaruh oleh peradaban Barat, demikian juga dengan tradisi mereka.
Jangan sekali-kali meniru lagu-lagu Barat dan prilaku mereka serta apa saja yang dilakukan oleh penyanyi Amerika atau Barat lainnya. Berbanggalah dengan Islam dan agama ini yang sekarang sedang dicari-cari oleh orang-orang kaya dan orang-orang terkenal di dunia. Setelah mereka mengenal Islam, mereka akan tahu bahwa apa yang mereka kerjakan bertahun-tahun sebelumnya tidaklah bermutu dan berguna.
Banggalah Anda sebagai Muslim. Kenalilah Allah sebagai Tuhan Pencipta dan kenalilah Nabi Muhammad Saw. sebagai Rasul yang membawa misi keselamatan. Shadaqta ya Amir. Anda benar saudaraku.

Cat Steven, Masuk Islam Saat Berada di Puncak Ketenaran


Kisah Muallaf

Popularitas dan kekayaan tidak menjamin seseorang hidup bahagia. Cat Steven, bintang pop era tahun ’70-an, yang kemudian dikenal dengan nama Yusuf Islam, justeru merasakan kegelisahan hidupnya ketika sedang berada di puncak popularitas dimana ia hidup bergelimang harta. Kegelisahan yang mendorongnya untuk menyusuri jalan panjang mencari Tuhan hingga ia menemukan cahaya Islam dan akhirnya menjadi juru dakwah lewat kegiatan musiknya dan aktif dalam kegiatan-kegiatan sosial.
Bintang Pop

Sejak kecil Yusuf Islam sudah akrab dengan panggung-panggung hiburan karena bisnis keluarganya bergerak dalam bidang itu. Ia terbiasa hidup dalam kemewahan kalangan sosial kelas tinggi di Inggris. Sebagai penganut ajaran Kristen, keluarganya mengajarkan Yusuf bahwa Tuhan itu ada, tapi manusia tidak bisa melakukan kontak langsung dengan Tuhan. Umat Kristiani meyakini Yesus sebagai perantara antara manusia dengan Tuhan.

“Saya menerima ajaran itu, tapi saya tidak menelannya mentah-mentah,” kata Yusuf.
“Saya melihat patung-patung Yesus, mereka cuma benda mati tanpa nyawa. Saya tambah bingung ketika mereka bilang Tuhan ada tiga. Tapi saya tidak mendebat pernyataan itu. Saya menerimanya, karena saya harus menghormati keyakinan orang-orang tua saya,” sambungnya.



Beranjak dewasa, Yusuf mulai menggeluti musik dan ia mulai melupakan kebingungannya terhadap ajaran agamanya karena ia sendiri mulai jauh dari kekristenan. Impiannya saat itu hanyalah menjadi bintang musik pop. Apa yang ia lihat dan ia baca di media massa sangat mempengaruhi pemikirannya untuk menjadi seorang bintang. Yusuf punya paman yang punya mobil mewah dan mahal. Ketika itu Yusuf berpikir, pamannya punya mobil mewah karena punya banyak uang.

“Banyak orang di sekeliling saya memberi pengaruh pada pemikiran saya bahwa uang dan dunia adalah Tuhan mereka. Sehingga saya memutuskan untuk bahwa itulah hidup saya. Banyak uang, hidup enak,” tutur Yusuf.

Meski demikian, Yusuf mengaku saat itu masih ada sisi kemanusiaan jauh di dalam hatinya, keinginan untuk membantu sesama manusia jika ia jadi orang kaya kelak.

Yusuf pun membangun karirnya sebagai musisi dan penyanyi. Dalam usia yang masih remaja, Yusuf sudah mengenyam kesuksesan dan keinginannya menjadi seorang ‘bintang besar’ tercapai. Nama dan foto-fotonya muncul di hampir seluruh media massa. Yusuf pun merasakan kenikmatan dunia, tapi itu tak membuatnya jadi puas, ia ingin kehidupan yang lebih dan lebih dari apa yang ia miliki, sayangnya Yusuf terjerumus ke jalan yang salah. Ia memilih narkoba dan minuman keras untuk mencari kehidupan yang ia inginkan itu.

Mencari Kebenaran

Baru setahun Yusuf mengenyam kesuksesan dalam karir dan finansialnya. Yusuf terkena tubercolusis akibat gaya hidup dan kebiasaannya menenggak minuman keras dan narkoba. Ia sakit parah dan harus dirawat di rumah sakit. Saat itu Yusuf pun berpikir, ‘mengapa saya di sini, tergelatak di tempat tidur?, ‘apa yang terjadi pada saya? apakah saya cuma seonggok tubuh? apakah tujuan hidup saya semata-mata hanya untuk memuaskan tubuh ini?. Pertanyaan-pertanyaan itu mengganggu pikirannya dan ia mencoba mencari jawabannya.

Karena pada masa itu di kalangan masyarakat Barat sedang trend mempelajari hal-hal yang berbau mistis dari Timur, Yusuf pun ikut mempelajarinya. Ia mulai sadar tentang kematian. Ia mulai melakukan meditasi dan menjadi vegetarian. Tapi pertanyaan-pertanyaan bahwa dirinya bukan hanya seonggok tubuh manusia, tetap mengganggu pikirannya.

Sebagai bintang pop, namanya terus merangkak ke tangga popularitas. Kekayaan terus mengalir, tapi ketika itu Yusuf mulai mencari kebenaran. Ia pun belajar agama Budha, namun di satu sisi, Yusuf belum berani meninggalkan kehidupan glamournya, meninggalkan kenikmatan dunia dan hidup seperti layaknya pendeta Budha, mengisolasikan diri dari masyarakat.

Selanjutnya, Yusuf juga mempelajari Zen dan Ching, numerologi, kartu tarot dan astrologi, balik lagi mempelajari alkitab, tapi Yusuf tidak menemukan apa yang dicarinya, kebenaran yang hakiki. Sampai kemudian apa yang disebutnya mukjizat itu datang.

“Saudara lelaki saya baru saja kembali dari kunjungannya ke Yerusalem dan disana ia mengunjungi sebuah masjid. Saudara saya itu sangat terkesan melihat masjid yang ramai dikunjungi orang, seperti ada denyut kehidupan, tapi atmosfir ketenangan dan kedamaiannya tetap terasa. Berbeda rasanya ketika ia mengunjungi gereja dan sinagog yang sepi,” kata Yusuf.

Ketika kembali ke London, saudara lelakinya itu memberikan al Quran pada Yusuf Islam. “Dia tidakmasuk Islam, tapi ia merasakan sesuatu di agama ini (Islam) dan ia pikir saya juga akan merasakan hal yang sama. Saya menerima al Quran pemberian saudara saya itu dan membacanya. Saat itulah saya merasakan bahwa saya telah menemukan agama yang benar, agama yang tidak seperti pandangan masyarakat Barat selama ini bahwa agama hanya untuk orang-orang tua,” tukas Yusuf.

Ia melanjutkan,”Di Barat, jika ada orang yang ingin memeluk satu agama dan menjadikannya sebagai cara hidunya, maka orang yang bersangkutan akan dianggap fanatik. Tapi setelah membaca al Quran saya yang awalnya bingung tentang tubuh dan jiwa, akhirnya menyadari bahwa keduanya adalah bagian yang tak terpisahkan, Anda tidak perlu pergi ke gunung untuk menjadi religius.”

Saat itu, satu-satunya yang diinginkan Yusuf Islam adalah menjadi seorang Muslim. Dari al Quran ia tahu bahwa semua rasul dan nabi dikirim Allah swt untuk menyampaikan pesan yang sama. “Mengapa kemudian Yahudi dan Kristen berbeda? Kaum Yahudi tidak mau menerima Yesus sebagai Mesiah dan mereka mengubah perintah-perintah Tuhan. Sementara Kristen salah memahami perintah-perintah Tuhan dan menyebut Yesus sebagai anak Tuhan. Tapi dalam al Quran saya menemukan keindahan, al- Quran melarang menyembah matahari atau bulan tapi memerintahkan umat manusia untuk mempelajari dan merenungi semua ciptaan Allah swt ,” papar Yusuf Islam.

“Ketika saya membaca al Quran lebih jauh lagi, al Quran bicara soal salat, sedekah dan perbuatan baik. Saya belum menjadi seorang Muslim saat itu, tapi saya merasa al Quran adalah jawaban buat saya dan Allah swt telah mengirimkannya pada saya,” sambung Yusuf Islam.

Mengucap Dua Kalimat Syahadat




Yusuf Islam kemudian memutuskan untuk berkunjung ke Yerusalem. Di kota suci itu, ia datang ke masjid dan duduk di sana. “Seseorang bertanya, apa yang ia inginkan, saya menjawab bahwa saya seorang Muslim. Orang itu bertanya lagi, siapa nama saya. Saya jawab ‘Steven’. Orang itu tampak bingung. Saya ikut salat berjamaah, meski salat saya tidak begitu sukses,” kisahYusuf menceritakan pengalamannya di sebuah masjid di Yerusalem.
>
Kembali ke London, Yusuf menemui seorang muslimah bernama Nafisa dan mengatakan bahwa ia ingin masuk Islam. Nafisa kemudian mengajak Yusuf ke Masjid New Regent. Ketika itu tahun 1977, satu setengah tahun sesudah ia membaca al Quran yang diberikan saudara lelakinya. Pada hari Jumat, setelah salat Jumat, Yusuf menemui imam masjid dan mengucapkan dua kalimat syahadat. Ia pun menjadi seorang Muslim. Nama Cat Steven diganti menjadi Yusuf Islam.

“Saya pun akhirnya tahu bahwa saya bisa melakukan kontak langsung dengan Tuhan, tidak seperti dalam agama Hindu dan Kristen yang harus melalui perantara. Dalam Islam, semua penghalang itu tidak ada . Satu-satunya yang membedakan orang yang bertakwa dan tidak bertakwa adalah salatnya, salat adalah proses pemurnian diri,” papar Yusuf Islam.

“Akhirnya, saya ingin mengatakan bahwa apa yang saya lakukan saat ini adalah untuk Allah swt semata. Saya berharap Anda mendapatkan inspirasi dari pengalaman saya ini. Satu yang ingin saya katakan, saya tidak pernah sekalipun berinteraksi dengan seorang Muslim pun sebelum saya masuk Islam. Saya lebih dulu membaca al Quran dan menyadari bahwa tak seorang pun sempurna. Tapi Islam adalah agama yang sempurna dan jika kita mengikuti apa yang dicontohkan Rasulullah Muhammad saw, hidup kita akan selamat. Semoga Allah swt senantiasa membimbing umat Rasulullah Muhammad saw ke jalan yang lurus. amiin,” kata Yusuf Islam menutup pembicaraan.

Menemukan Cahaya Islam Saat Mengejar Cita-Cita Jadi Pendeta


Jamilah Kolocotronis, melalui jalan berliku untuk sampai menjadi seorang Muslim. Uniknya, ia mendapatkan hidayah dari Allah swt mengikrarkan dua kalimat syahadat, justeru saat ia menempuh pendidikan demi mewujudukan cita-citanya menjadi seorang pendeta agama Kristen Lutheran yang dianutnya.


Kisah Jamilah berawal pada tahun 1976. Meski kuliah di sebuah universitas negeri, ia masih memendam keinginan untuk menjadi pendeta. Jamilah lalu mendatangi seorang pastor di sebuah gereja Lutheran dan menyampaikan keinginannya untuk membantu apa saja di gereja. Pastor itu kemudian meminta Jamilah untuk mewakilinya di acara piknik untuk para mahasiswa baru dari negara lain. Dalam acara ini, untuk pertamakalinya Jamilah bertemu dengan seorang Muslim.

Muslim itu bernama Abdul Mun’im dari Thailand. “Ia punya senyum yang manis dan sangat sopan. Saat kami berbincang-bincang, ia seringkali menyebut kata Allah,” kata Jamilah.

Jamilah mengaku agak aneh mendengar Mun’im menyebut nama Tuhan, karena sejak kecil ia diajarkan bahwa orang di luar penganut Kristen akan masuk neraka. Saat itu, Jamilah merasa bahwa Mun’im adalah golongan orang yang akan masuk neraka, meski Mun’im percaya pada Tuhan dan berperilaku baik. Jamilah bertekad untuk bisa mengkristenkan Mun’im.

Jamilah pun mengundang Mun’im datang ke gereja. Tapi betapa malu hatinya Jamilah ketika melihat Mun’im datang ke gereja dengan membawa al-Quran. Usai kebaktian, Jamilah dan Mun’im berbincang tentang Islam dan al-Quran. Selama ini, Jamilah hanya mendengar istilah “Muslim” dan memahaminya dengan hal-hal yang negatif. Kala itu, sejak era tahun 1960-an warga kulit putih di AS meyakini bahwa warga Muslim kulit hitam ingin menyingkirkan warga kulit putih.

Selama dua tahun, Jamilah tetap melakukan kontak dengan Mun’im. Lewat aktivitasnya di sebuah Klub International, Jamilah juga bertemu dengan beberapa Muslim lainnya. Jamilah tetap berusaha melakukan kegiatan misionarisnya untuk memurtadkan mereka dan masih punya keinginan kuat untuk menjadi pendeta meski waktu itu, di era tahun ’70-an gereja-gereja belum bisa menerima perempuan di sekolah seminari.

Waktu terus berjalan, kebijakan pun berubah. Setelah menyelesaikan studinya di universitas, sebuah seminari Lutheran mau menerimanya sebagai siswa. Jamilah pun langsung mengemasi barang-barangnya dan pergi ke Chicago untuk memulai pelatihan menjadi pendeta.

Tapi, cuma satu semester Jamilah merasakan semangat belajarnya di seminari itu. Jamilah sangat kecewa dengan kenyataan bahwa seminari itu tidak lebih sebagai tempat untuk bersosialisasi dimana pesta-pesta digelar dan minum-minuman keras sudah menjadi hal yang biasa. Jamilah makin kecewa ketika seorang profesor mengatakan bahwa para cendikiawan Kristen mengakui bahwa Alkitan bukan kitab suci yang sempurna, tapi sebagai pendeta mereka tidak boleh mengungkapkan hal itu pada para jamaah gereja. Ketika Jamilah bertanya mengapa, jawabannya tidak memuaskan dan ia diminta menerima saja keyakinan itu.

Jamilah akhirnya memutuskan meninggalkan seminari dan pulang ke rumah. Ia memutuskan untuk lebih meluangkan waktu untuk mencari kebenaran. Di tengah pencariannya itu, Jamilah diterima kerja sebagai sekretaris di daerah pinggiran St. Louis tak jauh dari rumahnya.

Mencari Kesalahan al-Quran

Suatu hari Jamilah masuk ke sebuah toko buku dan menemukan al-Quran di toko buku itu. Jamilah tertarik untuk membelinya karena ia ingin mencari kelemahan dalam al-Quran. Jamilah berpikir, sebagai orang yang bergelar sarjana di bidang filosofi dan agama serta pernah mengenyam pendidikan di seminari, pastilah mudah baginya menemukan kelemahan-kelemahan al-Quran sehingga ia bisa mempengaruhi teman-teman Muslimnya bahwa mereka salah.

“Saya baca al-Quran dan mencari kesalahan serta ketidakkonsistenan dalam al-Quran. Tapi saya sama sekali tak menemukannya. Saya malah terkesan saat membaca Surat Al-An’am ayat 73. Untuk pertama kalinya saya ingin mengetahui lebih banyak tentang Islam,” ujar Jamilah.

Jamilah memutuskan untuk kembali ke universitasnya dulu dan mengambil gelar master di bidang filosofi dan agama. Pada saat yang sama, selain mengunjungi kebaktian di gereja, Jamilah juga datang ke masjid pada saat salat Jumat. Saat itu, Jamilah mengaku belum siap menjadi seorang Muslim. Masih banyak ganjalan pertanyaan memenuhi kepalanya.

Namun Jamilah tetap melanjutkan pencariannya tentang agama. Ia banyak mendapat penjelasan dari teman-temannya di universitas yang Muslim tentang berbagai keyakinan dalam Kristen yang selama ini ketahui. Selain mempelajari Islam, Jamilah juga mempelajari agama Budha. “Saya cuma ingin menemukan kebenaran,” kata Jamilah.

Mengucap Dua Kalimat Syahadat

Seiring berjalannya waktu, Jamilah merasakan kecenderungannya pada Islam pada musim panas 1980. Satu hal yang masih mengganggu pikirannya ketika itu adalah mengapa orang Islam harus berwudhu sebelum salat. Ia menganggap itu tidak logis karena manusia seharusnya bisa mengakses dirinya pada Tuhan kapan saja. Namun pertanyaan yang mengganggu itu akhirnya terjawab dan Jamilah bisa menerima jawabannya.

Akhirnya, malam itu Jamilah membulatkan tekadnya untuk menerima Islam sebagai agamanya. Ia pergi ke sebuah masjid kecil dekat universitas. Kala itu, malam ke-9 di bulan Ramadhan, Jamilah mengucapkan dua kalimat syahadat disaksikan oleh sejumlah pengunjung masjid.

“Butuh beberapa hari untuk beradaptasi, tapi saya merasakan kedamaian. Saya sudah melakukan pencarian begitu lama dan sekarang saya merasa menemukan tempat yang damai,” tukas Jamilah.

Setelah menjadi seorang Muslim, awalnya Jamilah menyembunyikan keislamannya dari teman-teman di kampus bahkan keluarganya. Menceritakan pada keluarganya bahwa ia sudah menjadi seorang Muslim bukan persoalan gampang buat Jamilah. Begitupula ketika ia ingin mengenakan jilbab. Tapi jalan berliku dan berat itu berhasil dilaluinya. Kini, Jamilah sudah berjilbab, ia tidak jadi pendeta tapi sekarang ia menjadi kepala sekolah di Salam School, Milwaukee. Di tengah kesibukannya mengurus enam puteranya, Jamilah mengajar paruh waktu dan menulis novel bertema Muslim Amerika. (eramuslim)

Natalie Sarah, Melalui Banyak Cobaan Setelah Menjadi Muslimah



Tahun 2001 saya pernah bermimpi membaca surat Al Fatihah dan bertemu dengan seorang kakek memakai jubah putih. Orang yang saya jumpai dalam mimpi itu berpesan bahwa seandainya ketakutan, sakit atau apapun saya disuruh membaca surat Al Fatihah.

Saya sama sekali tidak tahu apa makna Al Fatihah walapun ketika SD saya sering mendengar teman-teman baca surat itu. saya tanya kepada teman maksud mimpi saya disuruh membaca Al Fatihah. Akhirnya saya diberi Alquran terjemahan dan saya baca artinya ternyata maknanya sangat mendalam. Saya tahu bahwa Al Fatihah hanya milik umat Islam.

Mimpi itu barangkali tidak begitu mengusik bintang sinetron Natalie Sarah, bila datang saat ini. Hanya saja, mimpi itu mengampiri saat ia berusia 18 tahun dan belum menjadi seorang Muslimah. Tak lama setelah mimpi itu, ia menjadi mualaf. Ketakutan bakal diusir dari keluarga, dijauhi teman-teman, dan saudara menghantuinya begitu ia mengikrarkan memeluk Islam Juli 2001.

Gadis berdarah Aceh-Sunda kelahiran 1 Desember 1983 ini sadar, keluarganya begitu fanatik memegang agamanya. Begitu juga keluarga besarnya. Sangat sulit bagi mereka untuk menerima jika salah satu anggota keluarganya menjalani keyakinan lain.

Tapi tekadnya sudah bulat. Ia pun memantapkan keyakinannya dalam pelukan Islam. ”Jauh sebelum saya mengucapkan dua kalimah syahadat untuk masuk Islam, sudah kepikiran nantinya bakal jadi urusan keluarga. Ternyata memang benar. Semua mualaf mengalamai hal seperti itu,” ujarnya, di sela-sela shooting untuk acara Jelang Senja Ramadhan (JSR) yang dilakukan Jamaah Syamsu Rizal (JSR) di kediaman Fahmi Darmawansyah, Senin (3/10).

Sarah menemukan Islam di usia belia. Saat itu, rumah tangga orang tuanya di ambang perceraian. Tak ingin kehilangan sandaran, ia mencari pegangan hidup sendiri. Beruntung, ia bertemu sahabat yang benar. Ia kerap mengikuti sahabatnya mengaji di Pesantren Daarut Tauhid yang diasuh KH Abdullah Gymnastiar. Lama-lama, ia menemukan damai dalam Islam.

Islam yang dipejarinya, adalah Islam yang sejuk. Islam yang mengajarkan bagaimana menata hati. Hal itu bertolak belakang dengan pemahamannya sebelumnya tentang Islam. ”Karena selama ini saya mendengar bagaimana banyak ustadz ceramahnya hanya mendiskreditkan agama tertentu,” akunya. Bahkan di hari pertama mengaji, ia sudah menitikkan air mata. ”Ketika itu ada segmen kembali kepada diri kita sendiri atau merenung, saya menangis di situ. Waktu pengajiannya malam setelah shalat Isya.”

Sarah pun ketagihan mengaji pada Aa Gym, walaupun saat itu ia belum menjadi Muslimah. Bahkan, saat temannya yang pertama kali mengajak mengaji mulai jarang datang, ia tetap bersemangat. Ia sengaja mengikuti pengajian di malam hari. ”Takut teman-teman lain yang tahu saya non-Muslim teriak, Sarah, elu ngapain bukan Muslim ada di sini?” ujarnya. Setelah sangat yakin dengan Islam, ia pun memutuskan masuk Islam. Ia mengucapkan dua kalimat syahadat di Bandung saat masih duduk di bangku kelas tiga SMK, beberapa saat menjelang kelulusan. Karena alasan takut itu, ia pun bersyahadat secara sembunyi-sembunyi.

Hari-hari setelah menjadi Muslim dilaluinya dengan banyak cobaan. ”Komunitas bermain saya sedikit-demi sedikit berubah,” ujarnya. Di sisi lain, ada ketakutan yang sangat akan sikap keluarganya. Lulus SMA, ia pindah ke Jakarta menemani ibunya, Nurmiaty, yang sudah bercerai dengan ayahnya. ”Akhirnya, di sana saya benar-benar seperti ayam kehilangan induk, karena nggak ada teman. Sementara sejumlah keluarga mama sering datang ke rumah dan mengajak pergi beribadat,” ujarnya.

Sarah berusaha berkelit untuk tidak pergi dengan berbagai alasan; malas, ketiduran, dan sebagainya. ”Tapi, lama-lama keluarga saya bisa curiga, kenapa ini anak? Nanti bisa ketahuan.” Lalu diatur lagi siasat setiap malam Minggu ia menginap di rumah teman. Sesekali, ia turut ke tempat ibadat agama keluarganya. Namun ia mengunci mulutnya sambil mengucapkan doanya sendiri pada Allah SWT. ”Teman ada yang menegur, ‘Sar, kamu kok nggak nyanyi?’ Saya bilang, ‘Itu lagu baru, saya nggak hafal.’ Dalam hati saya sibuk berzikir pada Allah.”

Ia pun selama beberapa tahun sembunyi-sembnyi melakukan ibadah. Pernah suatu hari tas miliknya diperiksa dan ternyata ada buku panduan shalat di dalamnya. Mengetahui hal ini, ia berujar, ”Buku itu milik teman yang ketinggalan dan saya bawa.” Di kalangan teman-temannya, ia tetap mengaku sebagai pemeluk agama lamanya. Begitu pula ketika ia memasuki dunia sinetron. ”Semua kru menganggap saya Kristen. Tapi, ada beberapa teman yang membocorkan bahwa saya ini sudah masuk Islam tapi tidak mau mengaku.”

Ketika masuk waktu shalat, ia melaksanakan shalat sendirian secara sembunyi-sembunyi setelah pemain dan kru lain selesai shalat. Sejak 2001 sampai memasuki awal tahun 2003, ia beribadah secara sembunyi-sembunyi.

Tabir mulai terbuka pertengahan tahun 2003. Pamannya yang Muslim meninggal dunia. Sama seperti dia, sang paman juga menyembunyikan identitas kemuslimannya. Saat itu keluarga besarnya hampir menguburnya sebagai seorang Kristen, sampai ditemukan identitas yang menunjukkan kemuslimannya. Dari kejadian pamannya itu, Sarah seperti mendapat sindiran dari lingkungan keluarga. ”Makanya kalau agama itu harus jelas. Islam ya ngaku Islam, kalau Kristen ya Kristen. Kalau seperti kejadian ini serba tanggung jadi dikuburnya bingung,” tandas salah seorang keluarga seakan menohok dirinya.

Namun lagi-lagi, ia tak punya nyali untuk mengaku telah menjadi Muslimah pada keluarganya. Ia hanya berpesan pada sahabatnya, ”Seandainya saya meninggal, tolong dikuburkan secara Islam. Itu wasiat lisan kepada teman karena soal umur siapa yang tahu.”Kini pertimbangannya bukan lagi takut diusir keluarganya. Secara ekonomi, ia sudah mapan. Ia hanya kasihan pada mamanya, yang pasti akan dihujat keluarga besarnya.

Ia menuturkan, tahun 2003 sebenarnya kabar keislamannya sudah tercium media infotainment. ”Mereka memberitakan Natalia Sarah telah menjadi seorang mualaf,” ujar pemilik nama Natilia sarah, namanya sebelum menjadi Muslim. Untungnya jam tayangnya pagi hari, sehingga tak banyak orang-orang dekatnya yang tahu. Memasuki 2004 berita itu semakin santer. Keluarganya banyak yang tahu. Tapi mereka diam karena beranggapan nanti bakal balik lagi seperti artis yang lainnya.

Namun, ”Juni 2005 saya punya keinginan kuat berumrah. Mendengar kabar saya mau umrah, keluarga geger. Mereka pun datang ke rumah unt
uk menyidang saya,” ujarnya. Keinginan itu berawal dari sibuknya dia hingga jatuh sakit dan tak berpuasa. Ia sempat pingsan sejenak dan tiba-tiba dia merasa tengah berada di tengah lautan manusia yang sedang berthawaf. Bahkan sampai tersadar, bibirnya masih melafalkan labaika Allahumma labaika. ”Sejak hari itu saya menabung dan meniatkan berumrah.”

Ketika hendak berangkat, Sarah menemui keluarganya dan sempat menangis. Ia berujar lirih, ”Ya Allah, masak saya tidak boleh untuk menginjakkan kaki ini ke Tanah Suci-Mu.” Kini, keluarga besarnya sudah memahami pilihannya memeluk Islam. Mereka menghormati. Begitu juga mama dan adik-adiknya. Ia sungguh bersyukur.

Yusuf Estes, Musisi dan Pendeta yang Memeluk Islam

Tak sedikit yang bertanya-tanya soal keputusan pendeta Yusuf Estes memeluk Islam. Apalagi di tengah pembicaraan negatif tentang Islam dan muslim.

“Banyak orang ingin tahu, bahkan mempertanyakan secara detail mengapa saya memeluk Islam,” ujar Estes.

Estes lahir dari keluarga Kristen yang taat di Midwest, Amerika Serikat. Keluarganya secara turun-temurun membangun gereja dan sekolah di AS.

Ia menempuh pendidikan dasar di Houston, Texas. Semasa kecil, ia selalu menghadiri gereja secara teratur. Ia dibaptis pada usia 12 tahun di Pasadena, Texas.

Keingintahuannya yang besar terkait ajaran Kristen membuatnya ingin mengunjungi gereja-gereja lain. Ia datangi gereja Metodis, Episkopal. Nazareth, Agape, Presbyterian dan lainnya.

Tak hanya itu, Estes juga mempelajari agama lain seperti Hindu, Yahudi, dan Buddha. “Saya tidak menaruh perhatian serius pada Islam. Inilah yang banyak ditanyakan oleh teman-temanku,” kenang dia.

Tak hanya tertarik dengan agama, Estes juga menaruh perhatian pada musik, utamanya musik klasik. Kebetulan, keluarganya gemar menikmati musik. Ia bahkan menjadi pengajar Keyboard pada tahun 1960 dan tiga tahun kemudian memiliki studio sendiri di Laurel, Maryland.

Seiring berlalunya waktu, bisnis yang digeluti Estes terus berkembang. Bersama ayahnya, ia membuat program hiburan dan atraksi. Ia juga membuka toko piano dan organ sepanjang jalan dari Texas, Oklahoma dan Florida.

Dari bisnis itu, Estes memperoleh pendapatan hingga jutaan dolar AS. Tapi ada satu hal yang mengganjal. Pikirannya tidak merasa tenang. “Mengapa Tuhan menciptakan aku? Apa yang Tuhan inginkan?. Tapi di agamaku terdahulu, siapa pun harus percaya tanpa perlu bertanya,” tuturnya.

Satu hal yang membuat Estes merasa aneh adalah tidak terdapat kata “trinitas” dalam Injil. Masalah itu, kata dia, telah menjadi perhatian selama dua abad. Ia pernah mempertanyakan masalah ini kepada para pendeta.

Nyatanya, tidak ada jawaban yang logis. Sebaliknya, terlalu banyak analogi dan pendapat yang aneh. Untuk sementara pikiran itu teralihkan oleh kesibukannya dalam mengurusi bisnis.

Bisnis Estes terus berkembang, kali ini ia memproduksi lagu-lagu pujian dan mendistribusikannya secara gratis kepada pensiunan, rumah sakit dan panti jompo. “Memberikan siraman rohani kepada orang lain membuatku lupa dengan keraguan yang kualami,” ungkapnya.

Diawal 1991, bisnis Estes mulai merambah keluar negeri. Negara pertama yang ia kunjungi adalah Mesir.

Di negeri Piramida, Estes bertemu dengan seorang pria Muslim. Satu hal yang ada di pikiran Estes tentang Muslim, “teroris”. Estes tidak percaya ia harus berhubungan dengan sosok yang begitu ia benci.

“Mereka tidak percaya kepada Tuhan. Mereka adalah penyembah kotak hitam di padang pasir. Mereka cium tanah lima kali sehari. Sial, saya tidak ingin bertemu dengan mereka,” kata Estes menirukan ucapannya dahulu saat tiba pertama kali di Mesir.

Sikap Estes akhirnya luluh, ketika ayahnya menjelaskan sosok yang bakal ditemui. Ayahnya mengatakan calon klien yang akan ditemui memiliki kepribadian yang baik. Tapi alasan yang paling diterima Estes adalah rencana ayahnya untuk mengkristenkan setiap Muslim. “Itulah alasan kuat yang akhirnya membuat saya mau bertemu dengan pria Muslim itu,” ucapnya.

Akhirnya, Estes dan ayahnya bertemu dengan pria Muslim itu setelah kebaktian. Dengan sikap jumawa, Estes memegang erat Injil di tangannya. Ia bawa salib dengan tampilan mengilap. Detik-detik bertemu dengan kliennya itu, Estes terkejut.

“Orang ini sangat hangat. Mereka ramah sekali,”kenang Estes ketika bertemu pertama kali dengan pria tersebut. Penampilan pria ini seperti kebanyakan masyarakat Arab. Mereka kenakan jubah panjang, bersorban, dan berjanggut. Bedanya, pria ini tidak memiliki rambut.

Berikut dialog Estes dan Pria itu:

Estes: Apakah anda percaya pada Tuhan?

Pria Muslim: Ya

Estes: Apakah anda percaya Adam dan Hawa?

Pria Muslim: Ya

Estes: Bagaimana dengan Ibrahim, anda percaya kepadanya dan bagaimana ia mencoba mengorbankan putranya untuk Allah?

Pria Muslim: Ya

Estes: Bagaimana dengan Musa? Sepuluh perintah Tuhan? Membelah Laut Merah?

Pria Muslim: Ya

Estes: Bagaimana dengan nabi lain; Daud, Sulaiman dan Yunus?

Pria Muslim: Ya

Estes: Apakah anda percaya dalam Alkitab?

Pria Muslim: Ya

Estes: Apakah anda percaya pada Yesus? Bahwa ia adalah Mesiah (utusan) Allah?

Pria Muslim: Ya.

“Aku merasa lebih mudah. Ia (Muslim) siap dibaptis, hanya saja ia tidak tahu apa yang akan saya lakukan,”kata Estes.
Perbincangan itu sempat membuat Estes terkejut. Ternyata seorang Muslim percaya pada Injil. Tapi dirinya baru tahu kalau keimanan Muslim terhadap Yesus hanya sebatas utusan Allah Subhanahu Wa Ta’ala, lahir tanpa ayah, tengah berada di langit bersama pencipta-Nya dan akan turun ketika akhir zaman tiba.

Estes tak berhenti bertanya kepada pria Muslim itu. Ia bertanya banyak hal. Dalam pikiran Estes, ada kepercayaan diri tinggi bahwa pria Muslim itu bakal menjadi penganut Kristen yang taat.

Lalu bisnisnya bakal berkembang lebih dari yang dibayangkan. “Saya minta kepada ayah untuk segera mempercepat bisnis dengan pria Muslim ini,” kata dia.

Sebelum tercapai kata sepakat, Estes mulai menjalani tugasnya sebagai misionaris. Ia temui orang miskin, lalu berbicara dengan tentang konsep ketuhanan dalam Kristen. Ia juga mengunjungi sesama pendeta dan penginjil di seluruh negara bagian Texas.

Suatu hari, ada salah seorang temannya yang mengalami serangan jantung, dan harus pergi ke Rumah Sakit Veteran. Estes mengunjunginya beberapa kali dalam sepekan. Ketika bertemu dengan kerabatnya itu, ia bertemu dengan salah seorang pasien lain yang tengah duduk dengan kursi roda.

Estes melihat pria itu begitu kesepian dan depresi.“Saya temani dia sembari mengisahkan cerita Yunus. Intinya, saya coba memberitahunya bahwa kita tidak bisa lari dari masalah karena kita sebenarnya tahu apa yang harus dikerjakan. Yang lebih penting lagi, Tuhan tahu apa yang dilakukan umatnya,” ujarnya.

Setelah berbagi cerita, pria itu lalu mendongak ke langit, lalu meminta maaf. Pria itu mengatakan kepada Estes soal penyesalan dirinya atas perbuatannya selama ini. Pria itu kemudian mengadu kepada Estes.“Ia berkata padaku, ia seorang imam Katolik. Saya sangat terkejut, apa yang terjadi di dunia ini?” kata Estes heran.

Mendengar kisah pastor itu, Estes mengajaknya tinggal bersama. Dalam perjalanan pulang, Estes dan pastor itu berbicara panjang lebar tentang kepercayaan dalam Islam.

Yang mengejutkan, pastor itu mengakui kebenaran Islam. “Ia tengah mempelajari Islam. Saya sempat terkejut. Inilah masa di mana saya akhirnya mulai menerima Islam,” kenang Estes.

Setibanya di rumah, Estes kembali melanjutkan diskusi bersama pastor itu. Ia bawa Injil James dan Injil lainnya. Ia habiskan waktu sepanjang hari untuk berbicara tentang kebenaran dalam Injil.

Pada satu titik, Estes bertanya pada pastor itu tentang Al-Quran berikut versi barunya. “Dia mengatakan pada saya, hanya ada satu Al-Quran. Tidak ada yang berubah dengan Alquran!” tutur Estes.

Melihat Estes penasaran, pastor itu menjelaskan bahwa ratusan bahkan jutaan Muslim yang tersebar di muka bumi, telah menghafal Al-Quran. Yang membuat Estes bingung, bagaimana bisa Al-Quran bisa bertahan sekian abad, sementara kitab sucinya sendiri telah berubah selama ratusan tahun. Bahkan tidak diketahui naskah aslinya. “Jadi, bagaimana bisa Al-Quran tidak berubah?” tanya Estes heran.

Pada suatu hari, sang pastor meminta Estes untuk mengantarkannya ke masjid. Di sana, Estes baru mengetahui bahwa mereka (Muslim) hanya datang untuk shalat dan pergi kemudian. Ia merasa aneh melihat mereka, yang tak bernyanyi atau menyenandungkan pujian.

Beberapa hari kemudian, pastor itu meminta Estes untuk kembali mengantarkannya ke masjid. Namun, Estes meminta pesuruhnya untuk mengantikan dirinya. Cukup lama pastor itu mengunjungi masjid, hingga memunculkan kekhawatiran Estes.

Tiba-tiba, Estes dikejutkan dengan sosok menggunakan jubah putih dan peci. “Hei, siapa anda? Apakah anda, apakah anda telah menjadi Muslim?”Estes kaget bukan kepalang.

Belum selesai dengan rasa terkejutnya dengan keputusan pastor itu memeluk Islam, giliran istrinya yang menyatakan niatnya untuk memeluk Islam. “Saya sangat terkejut. Saya tidak bisa tidur,” kata Estes.

Jelang Subuh, Estes tak lagi mampu menutupi keinginannya untuk memeluk Islam. Ia keluar rumah, lalu menemukan sepotong kayu, ia berdirikan kayu tepat di arah kiblat umat Islam. Dalam hati Estes bertanya, “Ya Tuhan, jika Kau ada di sana, bimbing aku, bimbing aku.”

Beberapa saat kemudian, Estes melihat sesuatu. Ia tidak melihat malaikat atau mendengar sesayup suara. Ia melihat dirinya sudah berubah. Ia melihat dirinya sudah seharusnya menghentikan perbuatan bodoh dan melakukan sesuatu yang licik.

Selanjutnya, Estes membersihkan dirinya. Sekitar pukul 11.00 pagi, ia berdiri di depan dua saksi, salah satunya si mantan pastor—yang dikenal sebagai Bapa Peter Jacob—dan lainnya Abdel Rahman. Estes lalu mengucapkan dua kalimat syahadat.

“Aku bersaksi, tidak ada tuhan selain Allah. Dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah,” ucap Estes mantap. Selanjutnya, giliran sang istri mengucapkan dua kalimat syahadat. Beberapa bulan kemudian, giliran ayah Estes mengucapkan dua kalimat syahadat.

Tak lama setelah ayahnya, giliran ibunya mengakui bahwa Yesus bukanlah anak Tuhan. Ia adalah nabi. “Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala menerima keimanannya,” kata Estes.

Estes begitu cepat beradaptasi dengan status barunya. Seluruh kegiatan bisnis yang ia lakukan dimodifikasi dengan menjadi medium untuk menyebarkan syiar Islam. Ia juga membangun sekolah-sekolah guna mendidik para Muslim mendalami Al-Quran. “Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala membimbing kita menuju kebenaran. Aamiin,” pungkasnya.

Yudi Mulyana Mantan Pendeta Militan Cirebon



Sejak memeluk Islam, ia ingin bertemu ketiga anaknya yang dibawa pergi keluarganya.

Suara azan Subuh menyayat-nyayat hati Yudi Mulyana, pendeta yang juga staf pengajar agama Kristen di sebuah sekolah dasar di Cirebon, pagi itu. Jantungnya berdegup kencang. Ia limbung dan roboh.

''Saya tak tahu apa yang terjadi dengan diri saya pagi itu,'' ujarnya sambil menceritakan kejadian di pengujung Agustus 2008. Padahal, ia memang terbiasa bangun pagi, berbarengan Subuh. Melakukan doa pagi dan membaca Alkitab adalah aktivitas rutinnya membuka hari.

Namun pagi itu, ia seolah lumpuh. Meski panik, ia mencoba tenang. Yudi membuat banyak asumsi untuk menghibur diri. Namun, tak satu pun mampu menolongnya. Hatinya menjadi tenang setelah membuka saluran televisi menyaksikan acara zikir yang dipimpin oleh Ustaz Arifin Ilham. Ia berkomat-kamit mengikuti zikir yang dibacakan jamaah Arifin di layar televisi. ''Tuhan, apa yang terjadi dengan diri saya,'' tuturnya. Kalimat Thayyibah menenteramkannya hingga ia bisa bangkit dan kembali berjalan.

Yudi mencari permakluman bahwa fisiknya terlalu capek. Kuliah S-2 Teologi di sebuah perguruan tinggi di Bandung, sementara dia tinggal di Cirebon, menyita perhatian dan energinya. ''Besok juga sembuh,'' pikirnya kala itu.

Namun, kendati fisiknya sudah segar, ia kembali mengalami peristiwa yang sama keesokan harinya. Bahkan, setiap kali mendengar suara azan, tubuhnya bergetar. Di waktu lain, hatinya gelisah setiap kali menyentuh Alkitab.Pada pekan yang sama, ia menemui Ustaz Nudzom, putra ketua Majelis Ulama Indonesia Kabupaten Cirebon. Ia menceritakan pengalamannya. Komentar Nudzom saat itu, ''Anda mendapat hidayah.''Mendengar jawaban itu, hati Yudi berontak. ''Tuhan, saya tak ingin menjadi Muslim,'' ujarnya.

Bersyahadat

Pengalaman di ujung fajar itu selalu menghantui pikiran Yudi. Ia makin merasa tak nyaman berada di gereja. Anehnya, hatinya menjadi adem saat melintas di depan masjid atau secara diam-diam masuk ke area masjid. Puncaknya, tanggal 7 Agustus 2008 saat sedang mengajar, ia mendengar suara azan seolah berkumandang di telinganya. ''Timbul keinginan yang kuat dari dalam diri saya untuk membaca syahadat,'' ujarnya.

Ia segera menemui Dra Hj Sri Hayatun, kepala sekolah tempatnya mengajar. Sri keheranan dengan sikap Yudi. Di Cirebon, ia dikenal sebagai guru dan pendeta militan. Sepak terjangnya selama ini membuat ratusan Muslim sukses dimurtadkan (keluar dari Islam). Dia kemudian diantar ke Kantor Departemen Agama Kota Cirebon. Bahkan, salah seorang pejabat di kantor itu menyarankannya untuk pulang dan berpikir sungguh-sungguh. ''Berpindah keyakinan bukan perkara main-main,'' kata pejabat Depag tersebut sebagaimana ditirukan Yudi.

Namun, tekadnya sudah bulat. Bahkan, telepon mamanya yang meminta Yudi untuk mengurungkan niatnya, diabaikannya. ''Meski saya menjadi Muslim, saya tetap akan menjadi anak mama,'' jelasnya kepada perempuan yang melahirkannya di ujung telepon.

Maka siang itu, dibimbing oleh KH Mahfud, ia bersyahadat. Dan, berita pendeta menjadi Muslim segera tersebar ke seantero kota. Saat pulang, ia menjumpai rumahnya sudah kosong. Istrinya yang mendengar kabar itu segera mengungsikan diri dan anak-anaknya ke Indramayu. Surat cerai dilayangkan dua bulan kemudian.

Lima Hal

''Saya melakukan pencarian teologis setelah saya bersyahadat,'' kata Yudi. Ia memulai dengan pertanyaan, Apakah ajaran semua agama sama? Kalau sama, harus jelas di mana persamaannya dan pasti. Kalau ada yang berbeda, juga harus jelas perbedaannya.

Dari hasil penelusurannya, sedikitnya Yudi menemukan ada lima persamaan ajaran agama-agama besar, yaitu harus menyembah Tuhan; mengenal konsep dosa; hidup adalah mencari jalan ke surga; harus berbuat baik; dan ada kehidupan setelah kematian. Setelah diteliti lagi, kata dia, ternyata hanya temanya saja yang sama, tetapi ajaran dan konsepnya berbeda.

''Saya mulai bertanya, jadi Tuhan itu satu atau banyak?'' ujarnya. Maka, ia mempersempit persoalan, hanya tentang konsep keesaan Tuhan dan soal pengampunan dosa. Ajaran Islam dan Kristen tentang kedua hal itu pun dipersandingkan.Dalam Kristen, Adam dan Hawa yang terusir dari surga meninggalkan dosa warisan bagi anak cucunya. ''Berarti proses pengampunan Tuhan tidak tuntas,'' ujarnya. Padahal, Tuhan tentulah bukan pendendam seperti sifat makhluk-Nya.

Dalam Islam, ia menemukan hal yang beda. Manusia terlahir dalam kondisi fitrah. Dia menjadi khalifah Tuhan di muka bumi dan menjadi rahmat bagi seluruh alam.Ia juga dibuat terkagum-kagum dengan asmaul husna . ''Tuhan itu satu, tapi Dia mempunyai 99 nama yang melambangkan sifat-Nya,'' ujarnya.'Perilaku Tuhan' dalam Islam, kata dia, melambangkan nama-nama itu. '' Kenapa Allah menghukum, karena dia mempunyai sifat Adil. Namun, Dia juga pemaaf Ghafurjuga rahman dan rahim,'' tambahnya.Ia makin yakin dengan pilihannya. ''Hanya Islam yang konsep ketuhanannya bisa dipahami secara rasional,'' ujarnya.

Giat berdakwah

Kini, hari-hari Yudi Mulyana diwarnai dengan berbagai kesibukan dakwah. Dia memberi testimoni dalam dakwahnya ke berbagai kota di Indonesia. Saat Republika menemuinya di Jakarta, Yudi baru beberapa hari pulang umrah. Sebelumnya, ia selama seminggu berada di Provinsi Riau.''Saya ingin menebus dosa-dosa saya telah memurtadkan sekian banyak orang dengan menjadi pendakwah,'' ujarnya.

Ia menyebarkan pesan-pesan Islam kepada siapa saja yang ditemuinya. ''Saya selalu bilang, Anda semua beruntung menjadi Muslim sejak awal. Islam itu agama agung yang ajarannya sangat masuk akal.''Dia mencontohkan dirinya, yang harus kehilangan keluarga karena pilihannya menjadi Muslim. Bukan perkara mudah, karena selama lebih dari 10 tahun perkawinannya, tak pernah ada gejolak dalam rumah tangganya. ''Kami keluarga yang hangat,'' ujarnya.

Yudi selalu berkaca-kaca kalau menceritakan anak-anaknya. Dia dan anak-anaknya kini dipisahkan. Meski kini dia telah memiliki keluarga baruia menikah dengan seorang Muslimah asal Cirebonkerinduan pada buah hatinya tak pernah pupus.Ada satu mimpinya, Yudi ingin menjadi imam shalat bagi ketiga buah hatinya. ''Saya ingin sekali ketemu mereka dalam Islam,'' ujarnya terbata-bata.

Mengkristenkan Orang dalam 1,5 Jam

Yudi Mulyana termenung sejenak ketika ditanya orang Islam yang berhasil dimurtadkannya. ''Sudah tak terhitung jumlahnya,'' jelasnya. Apalagi, mereka yang berhasil dimurtadkan itu biasanya juga aktif melakukan pemurtadan terhadap orang-orang yang ada di sekitarnya. Sebelum menempuh pendidikan S-2, aku Yudi, metode yang dikembangkan untuk memurtadkan orang masih menggunakan metode konvensional. ''Bersahabat, membantu, lalu diajak masuk Kristen. Itu cara yang sudah sangat kuno,'' ujarnya.

Ia dan rekan-rekannya kemudian mengembangkan sistem baru untuk menarik jamaah. Caranya adalah dengan 'masuk' ke alam pikiran orang yang bersangkutan, mengguncangkan keimanannya, dan mengajaknya kepada cahaya, agama baru yang dibawanya.

Secara khusus, Yudi mendalami dan mengembangkan teori untuk menarik remaja dan anak-anak berpindah keyakinan. Untuk anak SD, misalnya, ada metode yang disebutnya 'Buku Tanpa Kata'. Dalam buku itu, hanya ada lima warna yang menyimbolkan keyakinan. Sampai di satu titik, sang anak akan dibimbing pada satu warna yang merujuk pada agama yang ditawarkannya. Dan, hanya dalam waktu singkat, ia berhasil memurtadkan anak-anak itu. ''Hanya dalam 1,5 jam saja, mereka sudah siap untuk meninggalkan agama lamanya,'' jelasnya.

Bersama komunitasnya, Yudi aktif mengembangkan metode-metode baru Kristenisasi. Motode ini lahir dari beragam praktik yang dilakukan di lapangan. ''Secara berkala kami berkumpul untuk melakukan evaluasi.''Demi mengemban misi 'menggarap' anak-anak pula, Yudi rela untuk menjadi pegawai negeri dan mengajar di sekolah dasar. ''Sungguh, awalnya saya stres mengajar anak-anak. Biasanya saya mengajar mahasiswa dan para misionaris dewasa,'' tambahnya.

Namun, Yudi dinilai sukses mengemban misi itu. Anak-anak yang berhasil dimurtadkannya, disiapkan untuk menjadi misionaris kecil. Biasanya, begitu masuk kelas 4 SD, mereka diberi materi-materi dasar. ''Begitu mereka kelas 5 dan 6 SD, mereka mulai militan. Mereka sudah bisa menarik teman-teman sebayanya untuk pindah agama,'' jelasnya.

Ia saat itu meyakini, tugas menyebarkan agama bukan hanya tugas rohaniawan, tapi juga seluruh jamaah. ''Jadi, yang awam pun harus dimobilisasi untuk menjadi penyebar agama,'' jelasnya.Dasar pemikirannya, kata Yudi, sederhana saja, yaitu bahwa seekor domba itu hanya akan lahir dari domba juga, bukan gajah atau yang lain. ''Jadi, yang bisa mengajak seseorang kepada iman yang kami yakini saat itu, ya orang dari komunitas itu,'' katanya.

Maka, selain anak-anak SD, ia juga mengader tukang becak, buruh pabrik, hingga karyawan. ''Merekalah yang nantinya akan menjadi penyeru di lingkungan mereka,'' tambahnya.Ia juga menemukan sendiri metode yang disebutnya 'aliran hidayah'. Intinya, setiap hari ia mewajibkan dirinya untuk bercerita tentang ajaran agamanya saat itu. Perkara orang yang diajak bercerita itu berpindah agama atau tidak, biarkan hidayah yang bicara. ''Dalam satu hari, saya harus menyiarkan syalom minimal pada satu orang,'' ujarnya.

Setiap Muslim itu dai

Kini, setelah menjadi Muslim, metode yang ditemukannya itu pun digunakannya. Dalam sehari, minimal ia berdakwah pada satu orang. ''Kata ajaran agama kita, sampaikan walau hanya satu ayat,'' ujarnya mengutip hadis Nabi SAW.Menurutnya, tak harus menjadi dai untuk bisa mendakwahkan Islam. Setiap Muslim, kata dia, bisa menjadi penyeru (dai). ''Setiap Muslim adalah misionaris bagi agamanya,'' ujarnya.

Ia mengkritik lemahnya umat Islam dalam soal ini. Semestinya, setiap Muslim menjadi public relation bagi agamanya, karena sesungguhnya hanya Islam-lah agama yang konsep ketuhanannya bisa dipertanggungjawabkan, bahkan secara rasional. ''Jangan hanya karena yang lain dan dengan alasan menegakkan toleransi, mereka justru mendangkalkan akidahnya sendiri,'' ujarnya.